PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Kindī (185-260 H) dikenal sebagai filosof muslim yang berusaha mengkompromikan
antara teori filsafat dan agama dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang
benar. Ia dikenal sebagai filosof yang pertama kali membwa sistem pemikiran
yang berdasarkan logika filsafat Yunani. Tujuan filsafatnya adalah mencari yang
benar. Mencari yang benar itu menurut al-Kindī tidak lain sama halnya dengan
yang dipraktikkan dalam mempelajari agama. Kajian tentang sesuatu yang benar
abolut ini bagi al-Kindī adalah pengkajian konsep Tuhan.
Konsep ketuhanan al-Kindī dibangun atas
dasar metafisika. Hal ini yang membedakan dengan filosof
Yunani, Aristoteles. Dalam beberapa hal, doktrin-doktrin
filosofisnya dan segi peritilahan, al-Kindī mengadopsi dari Aristoteles, akan
tetapi hal tersebut tidak diambil secara penuh oleh al-Kindī, akan tetapi
diadapsi dan disaring sehingga hasil ijtihadnya berbeda dari sumber asalnya.
Maka, konsep-konsep yang lainnya yang
diturunkan dari konsep Tuhan akan hadir dalam bentuk berbeda pula. Filsafat
al-Kindī memiliki kekhasan sendiri, produk ijtihadnya akan membedakan baik
dengan Aristoteles maupun filosof muslim setelahnya. Bahkan filasafat al-Kindī
memiliki corak sendiri. Orientasi Filsafat, tentang Keesaan Tuhan, teori
penciptaan alam adalah diantara aspek yang berseberangan dengan filsafat
Yunani.
BAB II
PEMBAHASAN
. Pemikirn
filsafat Al kindi
Al-Kindi yang lahir dalam zaman Ma’mun
sekitar tahun 185 H. Mengalami masa kebangkitan. Ia mengalami masa Ma’mun, masa
Mu’tasim dan Ahmad anak Mu’tasim. Masa pemerintahan Rasyid tidak dapat
diikutinya, karena ia pada waktu itu masih berumur lebih kurang dari sepuluh
tahun. Nama sebenarnya adalah Ya’kub dan ayahnya Ishaq bin Sibbah dari suku Ibn
Qais, salah satu keluarga yang ternama dan dihormati.
Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ishaq ibnu Sabbah ibnu
Imran ibnu Ismail al-Ash’ats ibnu Qais al-Kindi (185/260 H - 801/873 M) adalah filsuf Muslim pertama.Ia berasal dari suku
Kindah, hidup di Basra dan meninggal di Bagdad pada tahun 873 M. Ia merupakan
seorang tokoh besar dari bangsa Arab yang mempelajari filsafat Aristoteles.
Al-Kindi mendapat julukan Filosof Arab. Filsafat Aristoteles telah
mempengaruhi konsep Al Kindi dalam berbagai doktrin pemikiran terutama di
bidang, sains dan psikologi. Beberapa karya filosof Yunani ia terjemahkan ke
dalam bahasa Arab.
Al-Kindi juga menterjemahkan
literatur-literatur Yunani, sepertiMetaphysica, Poetica danHermeneutica karya
Aristoteles, Geography karyaPtolemy, dan Isagoge buah
tangan Prophyry. Al-Kindi juga memberi komentar buku-buku Aristoteles,
seperti Analytica Posteriora, Sophistica Elenchi, dan the
Categories.
Al-Kindi mengalami kemajuan pikiran
islam dan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, bahkan ia termasuk
pelopornya. Bermacam-macam ilmu telah dikajinya, terutama filsafat, dalam
suasana yang penuh pertentangan agama dam mazhab, dan dibanjiri oleh paham
golongan Mu’tazilah serta ajaran-ajaran Syi’ah
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama
yang memelopori penerjemahan sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya
para filosof Yunani di dunia Islam, terutama pada abad pertengahan di masa
pemerintahan khalifah al-Ma`mun (813-833) yang mengundangnya untuk
mengajar di Baitul Hikmah. Al-Kindi hidup di masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun
(813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil
(847-861).
Al-Kindi dikenang sebagai filsuf Muslim
Arab pertama yang merintis jalan bagi penetrasi filsafat ke dunia Islam. Ia
juga merupakan filsuf Arab keturunan raja Yaman di Kindah, sedangkan mayoritas
filsuf berasal dari persia, Turki atau Berber. Keseluruhan karya al-Kindi
mencapai 270 buah, namun sebagian dinyatakan raib. Ibnu al-Nadim dan al-Qifti
mengklasifikasikan karya-karyanya ke dalam 17 bidang, meliputi filsafat,
logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi, geometri, sperikal, medis,
astrologi, dialetika, psikologi, politik, metereologi, dimensi, benda-benda
pertama, logam, dan kimia. Akan tetapi sebagian besar karangannya tidak
sampai kepada kita. Karya-karya al-Kindī tidak hanya satu aspek, akan tetapi
meliputi filsafat, logika, musik, aritmatika. Karya-karya itu kebanyakan
karangan pendek.
Al-Kindī mengawali aktivitas
intelektualnya di dua kota besar Irak, Kufah dan Basrah. Ia menghafal
al-Qur’an, mempelajari tata bahasa Arab, sastra, matematika, fikih, ilmu kalam.
Ia tertarik dengan ilmu filsafat setelah pindah ke Baghdad. Karya-karya
filsafat Yunani ia kuasai setelah ia menguasai bahasa tersebut. Ia juga
memperbaiki karya terjemahan bahasa Arab seperti,Enneads-nya Plotinus
oleh al-Hims. Kegiatan filsafat
Al-Kindi yang berpusat di sekitar gerakan penerjemahan yang sudah dimulai dan
didukung oleh khalifah Abbasiyah, yaitu al-Mu’taşim. Tampaknya sang Khalifah
menjadi mediator antara penerjemah dan para ahli yang benar-benar melakukan
menerjemahkan, banyak dari mereka adalah orang Kristen Suriah atau dari Suriah. Tulisannya sendiri bisa dianggap sebagai sebuah perkenalan yang
berkelanjutan dimaksudkan untuk mengenalkan pemikiran Yunani untuk abad
kesembilan kepada kaum muslim kontemporer.
Intelektualitas al-Kindī termasuk diakui
tidak hanya dunia timur, akan tetapi Barat juga mengapresiasi karyanya.
Beberapa karangannya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Geran.
Karya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin ini mempengaruhi tradisi
keilmuan Eropa pada abad pertengahan. Beberapa karya al-Kindī baik yang ditulis
sendiri atau oleh orang lain adalah; Kitab Kimiya’ al-‘Ithr, Kitab fi
Isti’māl al-‘Adad al-Hindī, Risālah fī al-Illah al-Failai al-Madd wa al-Fazr,
Kitāb al-Şu’aat, The Medical Formulary of Aqrabadhin of al-Kindi, al-Kindi’s
Metaphysics: a Translation fo Yaqub ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise “On First
Philosophy”.
2. Agama
dan Filsafat
Konsep filsafat pertama al-Kindi
menyatakan: “Yang paling luhur dan mulia diantara segala seni manusia adalah
filsafat yang bertujuan menyingkap hakikat kebenaran, dan bertindak sebagai
kebenaran itu sendiri.”
Menurut al-Kindi, filsafat harus
diterima sebagai bagian dari peradaban Islam. Ia mengaku konsep filsafatnya
berasal dari Aristotelianisme dan Neo-Platonisme, namun dengan
kemasan Islam. Al-Kindi terkesan dengan ajaran Socrates, Plato, Aristoteles
dan segenap komentatornya, terutama Alexander Aphrodisias. Ia
mendamaikan Hellenis dengan Islam, dan membangun pondasi filsafat Islam.
Baginya, kebenaran filsafat dan agama tidaklah bertentangan, karena keduanya
datang dari sumber yang sama, yaitu Tuhan. Karena itu, upaya al-Kindi dengan
filsafat yang dikonstruksinya berpretensi memadukan antara keduanya.
Al-Kindi menegaskan juga filsafat yang
paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran
yang pertama, kausa dari suatu kebenaran, yaitu filsafat pertama. Filosof yang
sempurna dan sejati adalah yang memiliki pengetahuan tentang yang paling utama
ini pengetahuan tentang kausa (illat) lebih utama dari pengetahuan akibat
(ma’lul, effact). Orang akan mengetahui tentang realitas secara sempurna jika
mengetahui pula yang menjadi kausanya.
3. Pemikiran
al-Kindī Tentang Konsep Tuhan
Tuhan menurut Al-Kindi adalah pencipta
alam, bukan penggerak pertama. Tuhan itu Esa, Azali, ia unik. Ia tidak tersusun
dari materi dan bentuk, tidak bertubuh. Ia hanyalah keEsaan belaka, selain
Tuhan semuanya mengandung arti banyak. Pembahasan utama filasfatnya adalah
tentang konsep ketuhanan. Karena filsafat menurutnya, adalah menyelidiki
kebenaran, maka filafat pertamanya adalah pengetahuan tentang Allah. Allah
adalah Kebenaran Pertama (al-Haqq al-Awwal), Yang Benar Tunggal (al-Haqq
al-Wāhid) dan penyebab semua kebenaran. Dengan demikian corak filsafat
al-Kindī adalah teistik, semua kajian tentang teori-teori
kefilsafatannya mengandung pendekatan yang teistik. Untuk itu, sebelum memulai
kajian tentang teori filsafat, ia membahas filsafat metafisika, dan konsep
Tuhan.
Argumentasi kosmologis tampaknya mendominasi pemikiran al-Kindī dalam menjelaskan ketuhanan. Bagi
al-Kindī, Allah adalah Penyebab segalanya dan penyebab kebenaran. Untuk
mengatakan bahwa Allah adalah penyebab segala kebenaran adalah sama saja dengan
mengatakan bahwa Allah adalah penyebab dari semua ini. Sebab dari segala sebab
itu adalah Allah. Sebab itu hanya satu, tidak mungkin banyak. Alam semesta
berjalan secara teratur atas dasar sebab Dzat yang Satu. Sehingga konsep
sentral dalam teologi Filsafat Pertamanya adalah tentang keesaan. Teologi
filsafat al-Kindī memiliki dua aspek utama; pertama, membuktikan harus ada yang
Satu yang Benar (the true one), yang merupakan penyebab dari segala
sesuatu dan mendiskusikan kebenaranthe True One ini.
Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam
arti aniyah atau mahiyah, karena Ia bukan termasuk
dalam benda-benda yang ada dalam alam. Tuhan juga tidak mempunyai bentuk mahiyah karena
Tuhan tidak termasuk genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang
srupa dengan Tuhan. Ia Dzat yang unik, yang lain bisa mengandung arti banyak.
Penjelasan Allah yang dibawa oleh Nabi
melalui media yang dinamakan wahyu. Al-Kindī, secara jelas meyakini
bahwa rasio manusia memiliki sisi kelemahan. Karena kelemahan itulah, tidak
semua pengetahuan tidak bisa ditangkap oleh akal. Maka untuk membantu pemahaman
yang tidak bisa dijelaskan akal maka, manusia perlu dibimbing oleh wahyu. Hanya
saja, dalam aspek penjelasan sifat-sifat Tuhan, al-Kindī masih
terpengaruh oleh Mu’tazilah dan Aristoteles. Hal itu misalnya,
dilihat dari penjelasannya bahwa sifat-sifat Tuhan diungkapkan dengan bentuk
kalimat negatif, yaitu dengan ungkapan “tidak” atau “bukan”. Bawa Tuhan itu
tidak seperti manusia.
Tidak seperti Aristoteles,
al-Kindī mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta, bukan penggerak Pertama. Ia
tidak tersusun dari materi dan bentuk, tidak bertubuh. Tuhan adalah Penyebab
dari segala sebab. Setelah melakukan sebab itu, Tuhan tetap melakukan sesuatu (‘Illah
al-Fā’ilah). Disini Tuhan tidak diposisikan seperti konsep Aristoteles,
yang mengatakan Tuhan tidak bergerak, sehingga ia tidak melakukan sesuatu
apapun setelah emanasi. Sehingga Tuhan dalam pemahaman Aristoteles tidak
memahami yang partikular. Berbeda dengan al-Kindī, menurutnya Tuhan tetap
melakukan sesuatu.
Al-Kindī menyebut, Tuhan yang seperti ini dinamakan agen yang benar. Dia menjadi
penyebab dan bertindak aktif. Tuhan adalah pelaku yang sebenarnya, sedangkan
yang lain adalah pelaku yang metaforis (agen kiasan). Karena, keduanya
bertindak dan ditindaklanjuti. Berkaitan dengan teori penciptakan, al-Kindī
memiliki keunikan tersendiri. Ia membagi alam menjadi dua, alam atas dan alam
bahwah. Secara general, wujud alam tersebut disebabkan oleh Penyebab Pertama,
yaitu Tuhan.
Mustafa Abdurraziq juga menjunjung
Al-Kindi sebagai ahli filsafat yang pertama karena tiga hal, pertama Al-Kindi
mula-mula membagi falsafat dalam tiga ilmu, yaitu ilmu ketuhanan, ilmu pasti,
dan ilmu alam, ketiga-tiganya adalah merupakan dasar falsafat Islam, kedua bahwa
Al-Kindilah yang mula-mula membuka jalan kearah falsafat Islam dengan
memperteukan dua pendapat yang berbeda antara Plato dan Aristoteles, sehingga
dengan demikian bertemulah agama dengan falsafat, dan ketiga bahwa
Al-Kindi adalah seorang Arab Islam yang mula-mula merintis membuka ilmu
falsafat ini, sehingga ilmu itu tersiar di anatara orang Arab dan dalam
kalangan Islam.
Dengan demikian hampir semua orang
menamakan Al-Kindi filosof Islam pada waktu hidupnya, sampai lahirlah Farabi
menutupi kemasyhurannya, dan namanya tidak disebut lagi. Farabi masyhur karena
karangan-karangan Al-Kindi, Farabi digelarkan ‘Guru yang ke dua” karena
ia mengupas falsafat yang kedua lebih mendalam dan lebih tegas, yang oleh
Al-Kindi baru hanya disinggung-singgung dan yang oleh Aristoteles baru
digugat-gugat, sehingga dengan demikian Farabi beroleh gelar di samping
Aristoteles sebagai guru pertama, guru kedua dalam ilmu falsafat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Al-Kindi yang lahir dalam zaman Ma’mun
sekitar tahun 185 H. Mengalami masa kebangkitan. Ia mengalami masa Ma’mun,
masa Mu’tasimdan Ahmad anak Mu’tasim. Masa pemerintahan Rasyid tidak
dapat diikutinya, karena ia pada waktu itu masih berumur lebih kurang dari
sepuluh tahun. Nama sebenarnya adalah Ya’kub dan ayahnya Ishaq bin Sibbah dari
suku Ibn Qais, salah satu keluarga yang ternama dan dihormati.
Intelektualitas al-Kindī termasuk diakui
tidak hanya dunia timur, akan tetapi Barat juga mengapresiasi karyanya.
Beberapa karangannya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Geran.
Karya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin ini mempengaruhi tradisi
keilmuan Eropa pada abad pertengahan. Beberapa karya al-Kindī baik yang ditulis
sendiri atau oleh orang lain adalah; Kitab Kimiya’ al-‘Ithr, Kitab fi
Isti’māl al-‘Adad al-Hindī, Risālah fī al-Illah al-Failai al-Madd wa al-Fazr,
Kitāb al-Şu’aat, The Medical Formulary of Aqrabadhin of al-Kindi, al-Kindi’s
Metaphysics: a Translation fo Yaqub ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise “On First
Philosophy”.
Menurut al-Kindī filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang yang benar. Konsepsi filsafat al-Kindī secara umum
memusatkan pada penjelasan tentang metafisika dan studi tentang kebenaran.
Pencapaian kebenaran menurut al-Kindī adalah dengan filsafat. Oleh sebab itu,
ilmu filsafat menurut al-Kindī adalah ilmu yang paling mulya.
Tuhan menurut Al-Kindi adalah pencipta
alam, bukan penggerak pertama. Tuhan itu Esa, Azali, ia unik. Ia tidak tersusun
dari materi dan bentuk, tidak bertubuh. Ia hanyalah keEsaan belaka, selain
Tuhan semuanya mengandung arti banyak. Pembahasan utama filasfatnya adalah
tentang konsep ketuhanan. Karena filsafat menurutnya, adalah menyelidiki
kebenaran, maka filafat pertamanya adalah pengetahuan tentang Allah. Allah
adalah Kebenaran Pertama (al-Haqq al-Awwal), Yang Benar Tunggal (al-Haqq
al-Wāhid) dan penyebab semua kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Aboebakar, sejarah
Filsafat Islam, Solo: Ramadhani, 1968.
Drajat, Amroeni, Filsafat Islam, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2006.
Hanafi, Ahmad, Pengantar
Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1968.
Hakim, Atang Abdul dan Saebani, Beni
Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
0 komentar:
Posting Komentar